Minggu, 17 Juli 2011

Analisa Kasus perampokan Dengan Teori Asosiasi yang berbeda-beda (sutherland)


Kejahatan yang berupa perampokan bersenjata api akhir-akhir ini terlihat menjadi semakin marak dan sering terjadi. Sasaran para perampok biasanya bank, toko mas, dealer, dan lain sebagainya yang terlihat bisa memberikan keuntungan yang besar bagi si perampokan tersebut.
Salah satu contoh perampokan bersenjata api yang dapat di tangkap, yang saya kutip dari berita Riauterkini-PEKANBARU ;
Jajaran Polsekta Limapuluh, Pekanbaru berhasil meringkus dua perampok bersenjata api yang berusaha melarikan diri. Keduanya ditangkap setelah berkejar-kejaran dengan polisi pada Jumat (25/9/10) lalu di sekitar Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru. Penangkapan keduanya baru diumumkan Kapolresta Pekanbaru Kombes Pol Mudjioni hari ini, Senin (27/9/10) untuk keperluan penyidikan.
Selain menangkap kedua perampok, polisi juga menyita sebuah senjata api, pistol jenis FN dengan 5 butir peluru. "Keduanya berhasil ditangkap setelah sempat berkejar-kejaran dengan anggota," ujar Kapolresta kepada wartawan di kantornya.
Dijelaskan Kapolresta, kedua tersangka yang ditangkap bernama Junaedi (33) dan Riskayanto (43), mengaku berasal dari Jakarta dan Tanjung Pinang. Mereka ditangkap setelah sebelumnya terlibat sejumlah aksi perampokan di Pekanbaru. "Terakhir mereka merampok di toko Family Shop," kata Mudjiono.
Mudjiono mensinyalir, kedua tersangka ini merupakan anggota sindikat perampokan. Mereka datang ke Pekanbaru dan kemudian disewakan senjata api oleh komplotannya. "Sindikat itu juga menyiapkan berbagai keperluan lain sepearti kendaraan sewaan untuk merampok," demikian penjelasan Kapolresta Pekanbaru Kombes Pol Mudjiono.
Dari kasus perampokan yang menggunakan senjata api yang tertangkap di pekanbaru tersebut dapat di ketahui beberapa hal yang menjelaskan tingkah laku yang di pelajari secara normal oleh pelaku kejahatan tersebut yang di jelaskan oleh beberapa dalil-dalil yang di ungkapkan oleh sutherland dalam teori asosiasinya yaitu sebagai berikut:

Dalam kasus perampokan bersenjata tersebut di atas yang terrmasuk dalam diferential asociation atau asosiasi yang berbeda-beda adalah dalil 1,2,3,4,6,7,8,9 dan yang tidak termasuk adalah dalil yang ke-5 dan berikut penjelasannya;
1. Tingkah laku jahat itu di pelajari
Dalam kasus perampokan yang tertangkap tersebut dapat di ketahui mereka yang menjadi pelaku dari pada perampokan terseebut, mereka diberikan segala keperluan untuk melancarkan usaha perampokan tersebut yang berarti mereka sudah disiapkan sebelumnya sebagai anggota dari kelompok perampokan, dan arti dalam disiapkan ini mereka para pelaku tidak hanya dilengkapi dengan perlengkapan merampoknya saja tapi mereka para pelaku telah mempunyai pelajaran-pelajaran yang di pelajari untuk merampok bisa dari kepala dari perampoknya dan bisa juga dari pengalaman-pengalaman mereka yang terbukti telah sering melakukan perampokan. Jadi dengan telah di pelajarinya bagaimana cara melakukan aksinya maka mereka akan cepet bereaksi dengan kesempatan yang ada sehingga kejahatan itu dapat dengan mudah tercipta oleh para pelakunya.
2. tingkah laku jahat di pelajari dari suatu interaksi melalui proses komunikasi baik verbal isyarat maupun  sikap.
Karena pelaku kejahatan perampokan tersebut merupakan anggota dari kelompok sindikat perampokan yang secara otomatis memiliki seorang pemimpin yang mampu mengorganisir mereka baik antara sesama anggota maupun sistim perencanaannya dan cara kerjanya, dengan ini jelas adanya komunikasi verbal maupun sikap yang di lakukan antara satu dengan yang lainya yang kemudian  dengan interaksi tersebut menghasilkan suatu pelajaran-pelajaran baru yang berupa peningkatan mereka dalam sindikatnya bahkan interaksi ini juga akan mampu untuk mereka dalam menambah anggotanya bila melakukan interaksi dengan orang yang dapat dengan mudah terpengaruh. Oleh sebab itu mereka para pelaku perampokan tersebut mampu melakukan kejahatan salah satu faktornya adalah dari apa yang mereka pelajari baik melalui komunikasi maupun interaksi dari orang tertentu yang berpengalaman di bidang perampokan tersebut.

3. Interaksi untuk belajar itu terjadi dalam kelompok yang intim
Perampokan itu merupakan kelompok sindikat, yang sudah dapat di ketahui dengan pasti bahwa terdapat hubungan yang intim dari para anggotannya yang kemudian menciptakan interaksi, jika tidak ada hubungan yang intim antara mereka maka tidak akan ada interaksi dari orang yang satu dengan yang lainya. Ini di karenakan jika seseorang tidak memiliki hubungan yang intim namun tetap melakukan interaksi akan menyebabkan suatu kekacauan yang akan membahayakan dirinya sendiri baik berupa kegagalan dalam rencana karena terbongkarnya rahasia dan tertangkapnya orang tersebut, oleh karena itu sebelum memiliki hubungan yang intim maka tidak akan terjadi suatu interaksi yang mendalam.
4. Yang di pelajari termasuk teknik atau cara melakukan kejahatan, petunjuk dan arah khusus dari motif, dorongan rasionalisasi dan sikap.
Dari sebuah interaksi banyak hal yang di pelajari sehingga orang mampu atau menjadi pelaku dari kejahatan, hal-hal yang di pelajari mulai dari teknik, dorongan rasionalisasi, dan sikap. Dalam kasus di atas para pelaku di sediakan perlengkapanya mulai dari senjata maupun kendaraan dan lainnya yang dapat mempermudah kinerja mereka untuk merampok ini termasuk dalam dorongan rasionalisasi yang di berikan kepada pelaku dari perampokan tersebut. otomatis dengan di sediakannya kesemuannya itu maka di berikan pula suatu pelajaran-pelajaran tentang teknik-tenik dalam hal cara merampok termasuk petunjuk dan sikap.
Dengan demikian kejahatan yang di lakukan oleh para pelaku perampok tersebut merupakan hasil pembelajaran dari apa yang telah mereka dapatkan dari kelompoknya, oleh karna itu kejahatan yang mereka lakukan mempunyai teknik dan sikap tersendiri.
6. Seseorang menjadi jahat karena defenisi-defenisi yang mendukung pelanggaran hukum sangat banyak sehingga melebihi defenisi-defenisi yang tidak mendukung pelanggaran hukum.
Dalam hal ini para pelaku perampokan tersebut di atas lebih banyak terpengaruh pada defenisi-defenisiyang mendukung pelanggaran hukum, karena mereka menganggap bahwa para penjabat ataupun petinggi negara sudah tidak memperdulikan masyarakatnya lagi maka mereka para pelaku kejahatan dari perampokan tersebut lebih terpacu untuk melakukan aksinya di tambah lagi dengan berita di televisi yang menggambarkan bahwa hukum di indonesia ini dapat di beli dengan uang karena tingkah dari penjabat-penjabatnya maupun orang yang memiliki harta kekayaan yang banyak  yang dapat dengan mudah meloloskan diri dari jerat hukum dan defenisi-defenisi lain yang mendukung tindak kejahatan tersebut. Sehingga aksi kejahatan perampokan itu wajar semakin sering terjadi.
7. Asosiasi yang berbeda-beda dalam hal frekuensi, durasi, perioritas dan intensitas. Prioritas dianggap sangat penting karna tingkah laku yang  berkembang di masa kanak-kanak baik atau jahat akan bertahan sepanjang hidup.
Perioritas dalam kaitanya dengan para pelaku perampokan tersebut, para pelakunya bisa saja telah belajar dalam waktu yang cukup lama atau dari masa kanak-kanaknya sehingga para pelakunya betul-betul memahami suatu tindakan yang dia lakukan yang kemudian menjadikannya sebagai suatu profesi dalam pencarian nafkahnya, sehingga perilaku jahatnya akan sulit untuk di hilangkan dengan kata lain akan bertahan sepanjang hidup.
Seperti yang diungkapkan oleh teori lombrosso yaitu Ocaccasial criminal atau criminaloid adalah pelaku kejahatan yang berdasarkan pada pengalaman yang terus menerus sehingga mempngaruhi pribadinya. jadi apabila tingkah laku tidak baik tersebut sudah berkembang pada diri seseorang mulai dari masa kanak-kanaknya maka tingkah laku tidak baik tersebut akan melekat dan mempengaruhi pribadinya yang kemudian menjadi susah di hilangkan.
sehingga hal yang penting adalah memprioritaskan kepada anak-anak agar tidak berada dalam ruang lingkup yang memberikan mereka pelajaran tentang kejahatan tetapi lebih mengarahkan keepada hal-hal yang baik dan bersifat positif.
8. Proses mempelajari tingkah laku jahat melibatkan seluruh mekanisme yang di butuhkan termasuk proses mempelajari hal lain artinya tidak hanya terbatas dalam hal peniruan saja.
Dalil ini menjelaskan bahwa dalam proses mempelajari tingkah laku jahat sang pelaku tidak hanya terbatas dalam hal peniruannya saja namun dalam hal ini sang pelaku kejahatan juga mempelajari hal lainya, dengan di dukung oleh seluruh mekanisme yang di butuhkan sehingga menciptakan para pelaku kejahatan yang semakin ahli. Hal-hal yang di pelajari dapat berupa pelajaran tentang teknik dan telemunikasi atau IT, dunia hukum agar dapat lepas dari jerat hukum dan cara berorganisasi sehingga menjadikan mereka pelaku kejahatan yang profesional. Sehingga wajar saja para pelaku perampokan akhir-akhir ini semakain marak dengan cara-cara baru yang lebih menunjukan keahlian dan kemajuan mereka dalam bidang tindak kejahatan perampokan.
9. Meskipun tingkah laku jahat merupakan ekspresi kebutuhan dan nilai-nilai umum, tingkah laku jahat tidak dapat di jelaskan oleh kebutuhan dan nilai-nilai umum karena tingkah laku tidak jahat juga merupakan ekspresi kebutuhan nilai-nilai ekspresi yang sama. Dengan kata lain untuk dapat menjadi jahat seseorang itu harus melalui proses pembelajaran.
Hal ini berarti perampokan yang tercipta oleh para pelaku kejahatan tersebut terjadi bukan hanya berdasarkan ekspresi dari kebutuhan nilai-nilai umum namun karna adanya proses pembelajaran yang di terima oleh para pelaku kejahatan. Dalam hal perampokan ini kejahatan yang mereka lakukan bukanlah kejahatan yang terjadi secara insidental namun kejahatan yang mereka lakukan lebih kepada proses pembelajaran mereka tentang bagaimana mendapatkan hasil yang besar dengan cepat dan ringan. Tujuannya memang untuk mendapatkan uang namun mereka lebih memilih merampok karna mereka merasa ini akan jauh lebih mudah dari pada mendapatkan uang dengan cara bekerja seperti menjadi buruh, petani, nelayan dan lain sebagainya mereka menganggap proses dari pekerjaan itu sanggat susah dan menghabiskan banyak tenaga dan waktu.
Itu sebabnya mengapa kejahatan itu tidak terbatas pada pengekspresian dari kebutuhan nilai-nilai umum namun lebih kepada faktor-faktor dari luar yang mereka pelajari sama halnya dengan perbuatan kejahatan perampokan tersebut di dalam kasus di atas.




v  Dan ini adalah dalil dari sutherland dalam teori diferential asociatian yang tidak termasuk dalam kasus perampokaan diatas
5. Petunjuk atau arah khusus dari motif dan dorongan di pelajari dari defenisi-defenisi hukum yang mendukung atau tidak mendukung tingkah laku jahat.
Karna dalam hal ini tingkah laku kejahatan yang berupa perampokan tersebut termasuk pada tidak mendukung tingkah laku jahat, baik pemerintah maupun masyarakat menentang atau menganggap bawa perampokan merupakan suatu kejahatan yang bertentangan dan tidak layak di lakukan. Dalam hal ini tingkah laku jahat dapat di redam karena semua pihak menentang perbuatan ini dan ini salah satu hal positif yang dapat mengurangkan kejahatan perampokan yang terjadi.


KESIMPULAN
            Bahwa kejahatan perampokan yang terjadi di familly shop di daerah pekanbaru tersebut sudah memenuhi sebagian besar dari dalil-dalil yang ada dari teori yang di kemukakan oleh sutherland sehingga kejahatan berupa perampokan bersenjata tersebut wajar dapat terjadi.
            penjelasan teori sutherland tentang kasus kejahatan tersebut di atas telah menjelaskan bagaimana seseorang tersebut dapat melakukan suatu perbuatan jahat (perampokan), bukan dari bawaan sejak lahir atau keturunan melainkan berasal dari proses belajar yang panjang baik itu teknik atau cara, dorongan dan rasionalisasi dengan interaksi berupa komunikasi dan sikap yang intim dan mendapatkan dukungan dari segala mekanisme yang di perlukan di tambah dengan defenisi-defenisi yang mendukung dari tingkah laku jahat tersebut yang kemudian dapat melahirkan suatu perbuatan jahat dengan begitu mudah bagi para pelakunya, dan yang tidak termasuk dalam teori sutherland untuk kasus di atas adalah dalil yang ke-5 karena dalam hal ini semua pihak tidak mendukung tindakan tersebut karna siapapun yang kena rampok pasti akan merasa sangat di rugikan sehingga perbuatan tersebut menjadi perbuatan yang tidak didukung oleh masyarakat.

Rabu, 06 Juli 2011

KEBUDAYAAN


Prosedur dasar dalam pembelajaran budaya adalah memahami budayanya sendiri. Setiap orang memiliki budayanya sendiri dan tidak ada seorang pun yang bisa lepas darinya. Memang benar bahwa siapa pun bisa menghargai budaya lain dan berkomunikasi secara efektif dengan dua atau lebih budaya. Namun, tak seorang pun yang bisa mengungguli budayanya sendiri atau budaya orang lain untuk mendapat cara pandang yang melampaui batas budaya. Karena alasan inilah perkara mempelajari budaya menjadi hal yang sulit, meskipun itu budayanya sendiri. Dan hampir mustahil untuk melihat suatu hal yang hanya menjadi bagian dari seseorang secara menyeluruh dan objektif.
Salah satu metode yang berguna adalah memandang suatu budaya, membayangkan beberapa lapisan secara berturut-turut, atau tingkat pemahaman saat melihat arti budaya yang sebenarnya. Dengan begitu, teknik "pria dari Mars" ini akan berguna. Bayangkanlah seorang pria dari Mars baru saja mendarat (dari pesawat ruang angkasa) dan melihat semua hal melalui kacamata alien.
Hal pertama yang akan diperhatikan seorang pengunjung adalah perilaku orang. Inilah lapisan terluar yang akan diperhatikan oleh alien. Kegiatan apa yang akan diamatinya? Apa yang sudah dilakukannya? Saat memasuki sebuah ruang kelas, tamu kita mungkin mengamati beberapa hal yang menarik. Orang bisa berada di ruangan ini karena satu atau lebih penyebab. Tampaknya mereka mengitari ruangan dengan sewenang-wenang. Seorang yang lain berpakaian berbeda dengan yang lainnya dan mengatur posisinya sehingga berhadapan dengan orang-orang dan mulai berbicara. Saat semua ini diamati, beberapa pertanyaan akan muncul, "Mengapa mereka berada di kelas ini? Mengapa si pembicara berpakaian berbeda? Mengapa banyak yang duduk ketika satu orang berdiri?" Ini adalah pertanyaan tentang arti yang timbul karena mengamati perilaku. Menanyakan perbedaan cara bertindak pada beberapa orang mungkin menjadi suatu hal yang menarik untuk dilakukan. Namun, beberapa orang mungkin akan mengangkat bahu dan berkata, "Memang beginilah cara kami melakukan sesuatu." Tanggapan ini menunjukkan fungsi penting dari budaya, yaitu memberikan "cara yang terpola dalam melakukan sesuatu", seperti yang dijelaskan oleh satu kelompok ahli antropologi misionaris. Anda bisa menyebut budaya sebagai "lem super" yang mengikat orang dan memberikan rasa identitas dan kelangsungan yang hampir tak bisa ditembus. Identitas ini paling jelas terlihat dari perilaku -- cara melakukan sesuatu.
Dalam mengamati penduduk, alien mulai menyadari banyak perilaku yang didikte oleh pilihan-pilihan serupa yang telah dibuat masyarakat. Pilihan ini mencerminkan masalah nilai-nilai budaya, lapisan berikutnya dari pandangan kita akan budaya. Masalah ini selalu berhubungan dengan pilihan mengenai apa yang "baik", apa yang "menguntungkan", atau apa yang "terbaik".
Jika pria dari Mars itu terus menyelidiki orang-orang di kelas tersebut, dia mungkin akan menemukan bahwa ada berbagai pilihan untuk mereka dalam melewatkan waktu. Selain belajar, mereka bisa bekerja atau bermain. Banyak yang akan memilih belajar karena yakin itu pilihan yang lebih baik dibandingkan bermain atau bekerja. Dia menemukan berbagai pilihan lain yang telah mereka buat. Sebagian besar dari mereka memilih datang ke ruangan dengan kendaraan kecil beroda empat karena merasa kemampuan untuk dapat berpindah dengan cepat sebagai hal yang sangat menguntungkan. Memasuki ruangan beberapa saat setelah orang-orang lain masuk dan segera keluar setelah pertemuan berakhir. Orang-orang ini mengatakan bahwa sangat penting bagi mereka untuk menggunakan waktu dengan efisien. Nilai adalah keputusan "yang ditetapkan sebelumnya" di antara pilihan yang umumnya dihadapi, yang dibuat oleh suatu budaya. Ini membantu orang-orang yang tinggal di dalam budaya tersebut untuk mengetahui apa yang "sebaiknya" atau apa yang "harus" dilakukan agar "cocok" dan sesuai dengan pola kehidupan. Melebihi pertanyaan mengenai perilaku dan nilai, kita menghadapi pertanyaan yang lebih mendasar mengenai budaya. Hal ini membawa kita menuju tingkat pemahaman yang lebih mendalam, yaitu kepercayaan budaya. Kepercayaan ini memberi jawaban atas pertanyaan "apa yang benar".
Nilai-nilai dalam budaya tidak dipilih secara sembarangan, tapi mencerminkan sistem kepercayaan yang mendasari. Misalnya, dalam kelas, seseorang yang menyelidiki lebih jauh mungkin akan menemukan bahwa "pendidikan" memiliki arti penting tertentu karena anggapan mereka tentang apa yang benar dari orang tersebut, kemampuannya untuk berpikir dan memecahkan masalah. Dalam hal ini, budaya diartikan sebagai "cara pandang yang dipelajari dan dibagi bersama" atau "orientasi kognitif yang dibagi bersama". Menariknya, alien penyelidik kita bisa menemukan bahwa orang yang berbeda dalam ruangan tersebut, saat menunjukkan nilai dan perilaku yang sama, bisa menyatakan kepercayaan yang sangat berbeda. Dan dia juga bisa menemukan bahwa nilai dan perilaku bertentangan dengan kepercayaan yang seharusnya menghasilkannya. Masalah timbul dari kebingungan antara kepercayaan pelaksanaan (kepercayaan yang memengaruhi nilai dan perilaku) dan kepercayaan teoritis (menyatakan kepercayaan yang hanya sedikit memengaruhi nilai dan perilaku). Inti dari semua budaya adalah pandangannya terhadap dunia. Hal ini menjawab pertanyaan paling dasar, "Apa yang sebenarnya?" Bidang budaya ini berkaitan dengan pertanyaan "terakhir" yang terpenting mengenai kenyataan, pertanyaan yang jarang ditanyakan, namun yang jawaban terpentingnya dapat diberikan oleh budaya. Beberapa tamu kita dari Mars bertanya pada orang-orang, pernahkah mereka serius memikirkan pandangan hidup yang terdalam, yang telah membawa mereka ada dalam kelas ini. Siapa mereka? Dari mana mereka datang? Adakah hal atau orang lain yang mengambil kenyataan yang seharusnya dipikirkan? Apakah mereka melihat apa adanya atau adakah sesuatu yang lain? Apakah hanya saat ini yang terpenting? Ataukah masa lalu dan masa depan secara signifikan memengaruhi pengalaman masa kini mereka? Setiap budaya memiliki jawaban rinci atas pertanyaan-pertanyaan ini dan jawaban itu mengendalikan dan menyatukan semua fungsi, aspek, dan komponen budaya.
Pemahaman akan pandangan dunia sebagai inti setiap budaya menjelaskan kebingungan akan banyaknya pengalaman pada tingkat kepercayaan. Pandangan dunia seseorang memberi satu sistem kepercayaan yang tercermin dalam nilai dan perilaku orang itu yang sebenarnya. Terkadang diperkenalkan sistem kepercayaan yang baru atau yang bersaing, namun pandangan dunia tetap tidak berubah dan tidak tertantang sehingga nilai dan perilaku mencerminkan sistem kepercayan yang lama. Kadangkala orang yang menceritakan Injil secara lintas budaya tidak memperhitungkan masalah pandangan dunia ini. Karena itulah, mereka merasa kecewa karena kurangnya perubahan yang dihasilkan usaha mereka.
Model budaya ini terlalu sederhana untuk menjelaskan banyak unsur dan hubungan kompleks yang ada pada setiap budaya. Bagaimanapun juga, model yang sangat sederhana ini menjadi garis besar dasar bagi setiap murid yang mempelajari budaya.
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia.

Pengertian kebudayaan menurut para tokoh

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Salh satu contoh kebudayaan di Indonesia adalah kebudayaan melayu riau
. Riau berada di garda terdepan dalam menjaga tradisi dan kebudayaan Melayu di Indonesia. Bahasa pengantar di provinsi ini umumnya Melayu. Adat istiadat yang berkembang dan hidup di provinsi ini adalah adat istiadat Melayu, yang mengatur segala kegiatan dan tingkah laku warga masyarakatnya bersendikan Syariah Islam. Penduduknya pun terdiri dari Suku Melayu Riau dan berbagai suku lainnya, mulai dari Bugis, Banjar, Mandahiling, Batak, Jawa, Minangkabau, dan China.

Uniknya, di provinsi ini masih terdapat kelompok masyarakat yang di kenal dengan masyarakat terasing, antara lain:

  1. Suku Sakai: kelompok etnis yang berdiam di beberapa kabupaten antara lain Kampar, Bengkalis, Dumai:
  2. Suku Talang Mamak: berdiam di daerah Kabupaten Indragiri Hulu dengan daerah persebaran meliputi tiga kecamatan: Pasir Penyu, Siberida, dan Rengat:
  3. Suku Akit: kelompok sosial yang berdiam di daerah Hutan Panjang Kecamatan Rupat, Kabupaten Bengkalis:
  4. Suku Hutan: suku asli yang mendiami daerah Selat Baru dan Jangkang di Bengkalis, dan juga membuat desa Sokap di Pulau Rangsang Kecamatan Tebing Tinggi serta mendiami Merbau, sungai Apit dan Kuala Kampar.
Provinsi Riau sangat kaya dengan kerajinan daerah. Hanya saja hingga kini potensi kini potensi ekonomi rakyat ini masih kurang perhatian. Salah satu bentuk kerajinan daerah Riau adalah anyaman yang erat hubungannya dengan kebutuhan hidup manusia. Kerajinan ini dikembangkan dalam bentuknya yang aneka ragam, dibuat dari daun pandan, daun rasau, rumput laut, batang rumput resam, rotan, daun kelapa, daun nipah, dan daun rumbia. Hasil anyaman ini bermacam – macam pula, mulai dari bakul, sumpit, ambung, katang – katang, tikar, kajang, atap, ketupat, tudung saji, tudung kepala dan alat penangkap ikan yang disebut sempirai, pangilo, lukah dan sebagainya.
Bahasa Melayu sebagai fenomena sosial, menurut Pak Profesor, tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat Melayu dan kebudayaannya. Ruang lingkup pemakainya pun cukup luas. Bukan hanya di daerah Riau, tapi juga di beberapa negara tetangga. Di pelbagai daerah di tanah air sendiri, kata Profesor Kailani, masyarakatnya menggunakan Bahasa Melayu. Seperti dialek Jakarta, Bahasa Melayu Menado, Bahasa Melayu Palembang, Bahasa Melayu Medan. Namun, agaknya Pak Profesor lupa mencantumkan – atau memang tidak menganggap – Bahasa Minang juga masih satu akar dengan Bahasa Melayu. Dalam konteks Riau, Bahasa Minang ini tak bisa diabaikan begitu saja. Maklum, dalam bahasa pergaulan sehari-hari di pelbagai tempat di Riau, masyarakat umumnya menggunakan Bahasa Minang. Bahkan, murid kelas satu sekolah dasar di Pekanbaru masih ada yang berhitung denganangka:“ciek,duo,tigo,ampek…”
Secaradejure,Riaumemang termasuk dalam kawasan Tanah
Melayu. Namun, secara de facto, banyak masyarakatnya yang masih sering menggunakan bahasa dan adat istiadat Minang. Malahan, bahasa dan adat istiadat Melayu Talukkuantan dan Kampar, kelihatan masih satu akar dengan Minang.

Daerah yang masih kental Melayu-nya saat ini, hanya di kawasan Bengkalis – minus Dumai dan Duri, serta Siak. Sedangkan Kepulauan Riau yang masih bertahan dengan ke-Melayu-annya – kendati telah banyak dihuni kaum pendatang – sebentar lagi akan berpisah dengan Riau Daratan.

Nah, agar Bahasa Melayu Riau sebagai bahasa daerah mempunyai fungsi sebagai lambang identitas daerah atau kelompok masyarakat Melayu Riau – sebagaimana yang diinginkan Profesor Kailani Hasan – nampaknya semua pihak harus bekerja keras. Apalagi guna memujudkan Visi Riau 2020, yang antara lain akan menjadikan Riau sebagai Pusat Kebudayaan Melayu.

Untuk mencapai target itu pada Tahun 2020, memang terasa agak berat. Namun, dengan upaya yang sangat keras sekali, hal itu masih dan bisa dilakukan. Buktinya, Singapura yang penduduknya mayoritas Orang Cina, kini telah bisa menjadikan Bahasa Inggeris sebagai bahasa sehari-hari. Jadi, kalau generasi saat ini masih susah diubah lidahnya menjadi lebih Melayu, setidaknya generasi tahun 2020 mendatang sudah akan fasih berbahasa dan berbudaya Melayu.

Sebagai langkah awal, salah satu jalan yang ditempuh adalah dengan mendidik para guru sekolah – terutama di taman kanak-kanak dan sekolah dasar – untuk mempergunakan bahasa Melayu yang baik dan benar. Dengan begitu, murid-murid pun sedikit banyak akan meniru sang guru. Jadi, tidak akan ada lagi terdengar murid yang mengerjakan matematika dengan angka ciek, duo, tigo, ampek.

Setelah Bahasa Melayu bisa menjadi percakapan sehari-hari di sekolah, maka langkah untuk me-Melayu-kan Riau pun menjadi lebih ringan sedikit. Artinya, meskipun Bahasa Melayu bukan sebagai bahasa ibu bagi murid-murid, tapi bahasa tersebut tidak lagi terasa asing bagi mereka yang akan menjadi generasi berikutnya pada tahun 2020.

Maka, setelah menjadi bahasa percakapan di sekolah, diharapkan para murid akan membawanya ke rumah dan ke pergaulan sehari-harinya di luar rumah. Dari sinilah diharapkan Bahasa Melayu akan berkembang lagi di pasar, perkantoran, dan tempat lainnya.

Yang menjadi kendala justru adalah menyatukan budaya dan kebiasaan masing-masing masyarakat. Rasanya tak mungkin bisa dengan cepat merobah adat kebiasaan orang Minang, misalnya dalam pesta perkawinan. Maklum, adat Minang mengenal adanya ninik mamak, sedangkan adat resam Melayu lebih terpaku kepada agama Islam.

Namun, agaknya hal ini tidak terlalu menjadi persoalan. Masyarakat Kampar dan Taluk, misalnya, meskipun adat istiadatnya terasa lebih dekat ke Minang, toh mereka tetap menyatakan diri sebagai orang Melayu. Atau bisa dicontoh masyarakat Negeri Sembilan, Malaysia. Kendati adat-istiadat mereka mirip dengan di Minang – bahkan sebagian rumah dan gedungnya masih bagonjong – mereka tetap mengaku sebagai orang Melayu.

Langkah untuk menjadikan Bahasa Melayu sebagai bahasa sehari-hari, seperti telah disebutkan tadi, dari segi teoritis memang dapat dilaksanakan. Namun, ada satu hal yang bisa mengundang rasa pesimistis keinginan tersebut akan terlaksana. Yakni masalah globalisasi dunia. Bayangkan saja, dengan kemajuan teknologi yang demikian pesat, bumi ini seperti jadi selebar daun keladi saja. Apa yang terjadi di pelosok dunia, saat itu juga bisa diketahui di tempat lain yang demikian jauh jaraknya.

Dengan keadaan seperti itu, apakah pada 2020 nanti masih ada orang yang berbahasa daerah? Agak susah untuk menjawabnya. Saat ini saja, karena terpengaruh sinetron atau acara lain di televisi dan radio, para remaja di Pekanbaru berbicara sudah seperti orang Jakarta. Apalagi jika nanti media elektronik dari luarnegeri dengan derasnya masuk ke Indonesia. Boleh jadi kata-kata sorry, thank you, atau fuck you menjadi bahasa sehari-hari.

Belum lagi jika perdagangan bebas semacam AFTA dan perdagangan bebas dunia akhirnya akan benar-benar terwujudkan secara nyata. Bisa saja montir mobil datang dari Jepang, sopir taksi orang Cina Singapura, dan buruh bangunan dari Bangladesh. Bagaimana pula cara mengajak mereka menggunakan Bahasa Melayu?

Jika suatu saat akan benar terjadi seperti itu, rasanya jadi agak sulit untuk meramalkan bagaimana nantinya bahasa dan adat istiadat yang digunakan orang di Riau. Sebab, Riau merupakan kawasan yang paling terbuka dengan kedatangan orang luar. Apakah masyarakat Riau tahun 2020 akan menggunakan Bahasa Melayu, Inggeris, atau mungkin juga Bahasa Cina. Sebab, jika melihat statistik agama terbesar ke dua di Riau adalah agama Budha, maka Orang Cina – yang umumnya menganut agama Budha – merupakan penduduk kedua terbanyak di bumi Lancang Kuning ini. Dan mereka jugalah yang mendominasi perekonomian, tak hanya di Riau, tapi hampir di seluruh penjuru tanah air, serta di kawasan Asean. Bisa-bisa kata kamsia atau sie-sie yang akan sering terdengar.

Minggu, 03 Juli 2011

Kunci sukses atau criteria seseorang dalam memimpin suatu organisasi sehingga mampu meraih sukses menurut saya adalah sebagai berikut:




1.      Seorang pemimpin memiliki prinsip.
Dengan adanya prinsip hidup maka seorang pemimpin dapat menegaskan apa yang menjadi tujuan nya, dari kisah kisah para pemimpin saya dapat melihat dengan jelas prinsip hidup mereka misalnya; disiplin, jujur, kerja keras,bertanggung jawab dan lain sebagainya. Yang kesemuanya itu menurut saya menjadi standar yang harus di miliki oleh seorang pemimpin.
2.      Seorang pemimpin memiliki kebijaksanaan.
Dengan kebijaksanaan yang di miliki seorang pemimpin maka orang tersebut akan menggunakan pengetahuannya dalam mengambil setiap keputusan dengan bijaksana, sehingga pemimpin tersebut tau konsekuen dari setiap keputusan yang diambilnya, baik buruknya dan keterkaitanya kepada masalah masalah yang akan ditimbulkan dari keputusannya.
3.      Seorang pemimpin menghargai bawahannya.
Bila seorang pemimpin tersebut mampu menghargai bawahannya maka pastilah bawahanya tersebut menghomati pemimpinya karna mereka tau bahwa mareka tidak di anggap sbagai psuruh, namun mereka menganggapnya sebagai sebuah tim yang harus dapat mencapai tujuan dari organisasinya tersebut. Dan dengan adanya sifat saling menghargai  dan menghormati tersebut dengan sendirinya akan timbul suasana yang nyaman dan damai.
4.      Seorang pemimpin mempunyai kreativitas yang tinggi.
Di sini pemimpin yang mempunyai daya kreativitas tersebut  akan mampu mengeluarkan gagasan gagasan atau ide ide  yang akan memiliki daya tarik sehingga sesuatu yang menjadi kreasinya dapat berguna bagi organisasi dan lingkunganya sehingga organisasi tersebut dapat terlihat hidup dan berguna, yang kemudian dapat menjadi sukses dan menjadi contoh bagi organisasi yang lain.
5.      Seorang pemimpin berinspiratif.
Dengan adanya kekuatan inspiratif dari seorang pemimpin maka dapat  membangkitkan inspirasi bagi anak buahnya. Kunci menumbuhkan inspirasi adalah dengan bersikap antusias. Antusiasme selalu menarik perhatian orang lain dan menjaring pengikut, serta menciptakan kesenangan. Karenanya, pemimpin selalu adalah orang-orang yang antusias. Antusiasme ditunjukkan melalui usaha keras, tidak menyerah sampai meraih sukses.

6.      Seorang pemimpin mau menerima kritikan
Menerima sebuah kritikan atau masukan sama halnya dengan memberikesempatan bagi orang lain untuk mengeluarkan kemampuanya, sehingga ketika menghadapi masalah yang menurut kita itu adalah buntu namun dengan adanya masukan tersebut mungkin saja sesuatu yang belum pernah terpikirkan oleh kita mampu di pecahkan oleh orang lain, sehingga sang pemimpin tau apa yang harus segera dilakukan dengan bermodalkan masukan ataupun kritikan dari orang lain baik dari bawahan maupun orang luar.
7.      Seorang pemimpin mengenal anggotanya.
Yang di maksud dengan mengenal anggotanya adalah mengenal setiap  kepribadian dari anggotanya, ini perlu di lakukan agar tidak ada terjadi kesalah pahaman, sebagai contoh ada bawahan tersebut yang sangat tidak suka di suruh suruh dengan kata kata yang menurutnya dia sangat di lecehkan, dia lebih suka pekerjaan nya di lakukan dengan kata minta tolong, dengan demikian jika seorang pemimpin tersebut telah memahaminya maka kesalah pahaman tersebut setidaknya dapat di hindari.
8.      Seorang pemimpin memiliki karisma.

Dengan adanya karisma atau daya tarik pada seorang pemimpin maka akan membuat bangga orang orang yang di pimpinya, dan dengan adanya karisma tersebut seorang pemimpin akan sangat berpengaruh karna setiap keputusannya akan benar benar di resapi oleh bawahanya. Sebagai contoh pak soeharto, saya melihatnya sebagai suatu sosok yang memiliki karisma yang bagus, ketika beliau berpidato semua orang begitu antusias mendengarkanya. Itu bukti bahwa beliau mempunyai daya tarik atau karisma yang begitu luar biasa.

9.      Seorang pemimpin memiliki pengetahuan dan  wawasan yang luas.

Pentingnya wawasan ini agar sang pemimpin benar benar di akui kepemimpinanya sebab ketika sang pemimpin di hadapkan dengan permasalahan permasalahan yang ada maka ia harus mampu mengatasinya dengan segala macam cara dan tindakan, sehingga sang bawahan tidak pernah meragukan kemampuan sang pemimpinya, dan yang kemudian timbulah perkataan bahwa pemimpinya tersebut memang layak menjadi sang pemimpin.

10.   Seorang pemimpin bekerja keras
Pentingnya kerja keras adalah bukti bahwa kesungguhan yang sedang di jalani untuk menggapai apa yang menjadi tujuan dari organisasi tersebut, dan yang kemudian menjadi contoh teladan bagi bawahanya.



11.   Seorang pemimpin memiliki kemampuan bertumbuh dan berkembang.
Kemampuan bertumbuh dan berkembang ini merupakan suatu sikap dan tindakan yang reponsif dari  seorang pemimpin terhadap perubahan yang terjadi sejalan dengan perkembangan dan pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi, sehingga dalam menghadapi permasalahan ataupun dalam mengambil suatu tindakan dan keputusan sang pemimpin dapat mengikuti perkembangan zaman.
12.   Seorang pemimpin memiliki sifat yang inkuisitif.
Sifat inkuisitif yang di maksud disini adalah rasa ingin tahu dari seorang pemimpin tentang segala sesuatu yang terjadi mulai dari lingkungan organisasi yang di pimpinnya hingga di sekelilingnya, dan pemimpin tersebut mampu mengidentifikasi factor factor yang dapat mengubah keadaan dengan segala kemungkinan yang dapat terjadi.
13.   Seorang pemimpin memiliki sifat adaptibilitas.
Ketika seorang pemimpin mampu dalam penyesuaian tertentu yang di tuntut oleh suatu perubahan dalam suatu organisasi, sehingga dalam melakukan penyesuaian penyesuaian tersebut sang pemimpin dapat mengimbangi anggota anggota yang ada. Dan dia dapat diandalkan karna sifatnya yang mampu beradaptasi,.
14.   Seorang pemimpin dapat mengarahkan.
Kemampuan seorang pemimpin dalam memimpin suatu organisasi dapat di lihat juga dari kemampuannya mengarahkan anggota anggotanya dalam menciptakan sasaran dan performance yang di harapkan secara jelas.


Kesimpulan:
Dari criteria criteria pemimpin di atas saya mengambil kesimpulan bahwa seorang pemimpin yang meraih sukses adalah orang orang yang memiliki kunci kunci sendiri yang mereka pegang teguh dalam pelaksanaannya di dalam kepemimpinanya, yang kesemuannya itu menjadi sernjata atau modal dalam diri orang tersebut untuk dapat  melakukan atau menjalankan organisasinya.